Nona kesayangan Tuhan
Aku bertemu dengan nona, lewat jalinan mata yang tak bisa diam di tempat duduk umat.
Nona duduk anggun dibalik gaun biru safirnya, dengan kitab yang ditekuni. Aku berdiam diri, tak berniat untuk sapa Nona yang tengah menghadap bapak. Meski hati ini ada rasa untuk tegur dan tukar nama, karena Nona parasnya sungguhan luar biasa.
Besoknya aku datang lagi, dan lagi lihat nona di sana. Di tempat duduk yang sama. Aku juga masih sama, masih tak bisa ucap sapa.
Hari-hari berlalu dengan hal yang berulang. Dengan aku yang datang minta pertolongan dan lihat Nona masih duduk di atas kursi yang sama seolah sudah melekat di sana. Sempat aku bertanya pada salah satu pekerja, mereka bilang Nona memang selalu punya waktu untuk kesini tiap hari, tepat di jam 2 siang sampai 4 sore tak pernah tertinggal.
Ah, Nona anak Tuhan rupanya, tak heran mengapa paras itu bisa jadi sebegitu indahnya. Tuhan cinta Nona dengan sepenuh hatinya sebagaimana nona juga cinta Dia. Apalah aku si manusia yang datang ke gereja hanya karena tengah dalam bala.
Sampai di hari Jum'at itu aku tuliskan sedikit kalimat di atas secarik kertas yang kurobek dari buku catatanku dengan pena yang ku pinjam dari salah satu pekerja. Letakkan kertas pada bangku tepat di sebelah Nona yang tengah khusyu membaca.
"Maaf mengganggu waktunya. Saya Adara, saya akui tertarik dengan nona. Nona kelewat indah untuk hanya saya liat lewat jalinan mata. Mohon kertas itu dibaca, dan hubungi saya jika nona tak merasa keberatan atasnya. Barangkali kita punya takdir berdua." Aku berucap tenang, meski jantung sudah terasa ingin terbang.
Lantas aku berjalan pulang, dengan tanpa harapan namun sejuta keinginan. Pulang yang disambut dengan notifikasi dari akun Instagram asing yang kirimkan beberapa balon pesan di sana.
Senyumku terangkat, Rona, Nona cantik kesayangan bapak yang ada di Surga. Aku akan dengan tangan terbuka tarik kamu dalam jalinan cinta.
Comments
Post a Comment