kita puing yang hangus
Puing menusuk dengan 'tak sabar, ciptakan mekar pada akar-akar.
Satu demi satu.
Mengulu; membekas, tertanam dalam-dalam.
Haruskah aku ambil sejumput tisu? seonggok pisau di dalam laci? atau seutas tali di gudang belakang?
Aku 'tak tau. serpihan-serpihan itu butakan mata. Sumpal telinga dengan jeritnya. Membuat aku lagi-lagi tersesat di dalam hancurnya rumah ini. Membuat aku lagi-lagi terjebak di dalam kepulan asap hitam yang membakar ini.
Kemanakah aku bisa lari?
Di jalan ini, semua tercetak jelas di jalan ini.
Bagaimanakah aku bisa lari? sementara jalanku sudah dipenuhi api yang siap hanguskan aku tak bersisa.
Tapi, bukankah sama saja? toh pergi atau tidak pergi, aku akan sama-sama tetap terbakar hancur. Tubuhku tetap akan dilahap merah. Tulang-belulangku tetap akan jadi debu.
Bukankah sama saja?
Jadi, apa gunanya aku menetap di sini dan setia tunggu kobaran api itu lahap aku hidup-hidup?
Comments
Post a Comment