Kalbu Dalam Semu
Tiga tahun lamanya aku jauh dari keberadaanmu.
Tiga tahun lamanya aku terlepas dari rengkuhmu.
Tiga tahun lamanya. Dan semua sia-sia. Waktu yang terjalin selama itu; dan segala lalu yang ku pertaruhkan untuk rindu yang tak seharusnya ada, sia-sia. Hadirmu di sini saat ini, tarik aku dalam lenganmu yang masih balut diriku dengan sempurna, buat tiga tahun pengorbanan dan kesakitan itu tak ada artinya.
Tiga tahun aku bertahan dalam kisah yang abu-abu, sebabnya aku dan kamu yang sudah tak lagi tuai kata rindu di ruang obrolan pribadi itu, akan tetapi aku yang masih memandangi pergimu dengan kalbu.
Kini kamu di sini. Rengkuh aku dalam hangatmu. Telan aku dalam tatapmu. Kecup aku dengan sesak nafasmu. Air matamu mengalir pilu, dan pemandangan itu tak mungkin hanya buat aku diam tak acuh. Aku tergagu, terpaku dengan kalimat yang kau lantunkan dan menyerang rungu.
Kamu bilang, kamu masih cinta aku.
Kamu bilang, kamu masih rindu aku.
Kamu bilang, aku masih dan akan selalu jadi rumahmu.
Dan kamu bilang, “Apa kamu mau perbaiki ini semua bareng aku?”
Kamu tau, aku masih juga cinta kamu. Aku masih juga rindu kamu. Dan kamu akan selalu jadi arahku.
Tapi kamu juga tau, bahwa aku bukan lagi ada dalam genggammu. Kamu bukan lagi rumah tempat pulang ku.
Maka aku berdiri di situ. Tarik diri tak lagi berani jatuhkan tatap pada obsidianmu. Menggelengkan kepala lantasnya aku lihat kamu yang terjatuh. Maaf. Aku di sini bukan lagi untukmu. Biarlah lalu menetap dalam satuan waktu. Biar Tuhan tanamkan luka itu jadi satu hal dari masa lalu. Biar dunia tak perlu tau tentang pernah adanya kisah kita yang tak sempurna dulu.
Aku sayang kamu, tapi hidup tak seperti cerita dongeng yang kita perankan di atas panggung teater dahulu.
Comments
Post a Comment