perspektif

 Pertama, jangan harap aku menuliskan permintaan maaf kepada mu. 


Iya, ini aku. Karakter yang paling kamu benci. 


Si penjahat abadi. 


Mereka mendatangkan ku kesini tepat setelah mereka membuatku menyelamatkan mu. Ironi bukan? 

Aku yang membencimu sekian lama, mereka rancang untuk jadi penyelamat mu. Dan mengorbankan nyawaku untuk akhir bahagia kepadamu. 

Aku yang akhirnya terjebak di sini sendirian, di tanah kosong tanpa seorang kawan. Jangankan kawan, seekor semut pun tak ada di sini. 

Mereka membawaku ke sini dengan paksa. Sebab kamu perlu akhir bahagia. Sedangkan pemeran yang tak lagi dibutuhkan seperti ku dibuangnya dengan cuma-cuma. 

Sakit hati? Bahkan mereka tak beri aku ijin untuk merasakan rasa itu lagi. Dari sejak mereka bawa paksa jiwaku ke sini, terhenti pula segala perasaanku yang ada sejak dulu. 

Bagaimana akhirmu? Menyenangkan? 

Mereka yang kejam selalu buat hal begitu. Dengan mempertaruhkan salah satunya —ah, bahkan mereka tak mempertaruhkan ku. Mereka rancang diriku memang hanya untuk buat kamu si pemeran utama mendapat kebahagiaan di akhirnya. 


Sayangnya mereka tak tau, bahwa meskipun mereka tak beri izin kami untuk merasakan rasa apapun lagi, ingatan kami akan setiap halaman dari cerita itu masih tersimpan rapat. Menimbulkan dendam yang terikat. Sampai kami yang tak bisa apa-apa akhirnya sekarat. Sekarat sebab buncahan napsu yang tercipta dari akal yang masih sehat. 


Tapi ya sudahlah. Itu semua sudah berlalu juga. 

Dari awal, cerita ini memang milikmu. Kamu si tokoh utama yang dicintai banyak orang, dengan kisah manis seperti yang mereka impi-impikan. Dan aku si karakter pendukung yang datang menghancurkan hidupmu, dibenci banyak orang. 

Kamu tau? Aku sudah menolak ratusan kali, namun tubuhku hanya menuruti dia yang dibalik panggung pertunjukan. Tubuhku berjalan mengikuti aturannya. Tubuhku berjalan mengikuti cerita yang sudah ia susun alurnya. 

Sampai ditahap di mana aku merasa untuk membiarkan saja, toh, mereka tetap akan cuma tau bahwa aku orang jahatnya. 

Kadang aku bertanya, mengapa mereka harus membuatku sebegini menyedihkan nya? 

Lalu aku teringat kembali, bahwa tujuan mereka dari awal memang hanya untuk membahagiakan mu. 

Sekarang mereka sudah berhasil memberimu akhir yang membahagiakan. Aku sudah berhasil menjalankan tugasku. Si dalang di belakang panggung pertunjukan sudah berhasil menunjukkan pada orang di luaran akan kemampuan menulisnya.



Lantas, masihkah aku menjadi tokoh jahat dalam ceritamu? 

Comments

Popular Posts